Jumat, 18 Juni 2010

makalah spi

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI PULAU KALIAMNTAN, SULAWESI DAN MASA MATARAM

A. Sejarah Pendidikan Islam di Kalimantan

1. Sejarah masuknya islam di Kalimantan

Di Kalimantan, Islam masuk melalui Pontianak yang disiarkan oleh bangsawan Arab bernama Sultan Syarif Abdurrahman pada abad ke-18. Di hulu Sungai Pawan, di Ketapang, Kalimantan Barat ditemukan pemakaman Islam kuno. Angka tahun yang tertua pada makam-makam tersebut adalah tahun 1340 Saka (1418 M). Jadi, Islam telah ada sebelum abad ke-15 dan diperkirakan berasal dari Majapahit karena bentuk makam bergaya Majapahit dan berangka tahun Jawa kuno. Di Kalimantan Timur, Islam masuk melalui Kerajaan Kutai yang dibawa oleh dua orang penyiar agama dari Minangkabau yang bernama Tuan Haji Bandang dan Tuan Haji Tunggangparangan. Di Kalimantan Selatan, Islam masuk melalui Kerajaan Banjar yang disiarkan oleh Dayyan, seorang khatib (ahli khotbah) dari Demak. Di Kalimantan Tengah, bukti kedatangan Islam ditemukan pada masjid Ki Gede di Kotawaringin yang bertuliskan angka tahun 1434 M.[1]

Ada juga yang mengatakan bahwa Islam masuk pada abad 15 M oleh mubalig dari Jawa yang merupakan pengaruh dari Sunan Giri dan Sunan Bonang. Perkembangan Islam tumbuh sejak berdirinya kerajaan Islam di Bandar oleh Sultan Suriansyah (Pangeran Samudera).[2]

2. Pendidikan islam di Kalimantan

Madrasah tertua di daerah ini adalah Madrasatun Najah Wal Fatah di Sei Bakau Besar Mempawah yang didirikan pada tahun 1918 M. Kemudian berdirilah beberapa madrasah di kota-kota, bahkan sampai di desa-desa, berupa madrasah ibtidaiyah dan tsanawiyah. Seperti madrasah :

- Madrasah Perguruan Islam di Sambas (1922 M)

Madrasah ini salah satu madrasah tertua di kalimantan barat, yang berdiri tahun 1922 M. Kemudian berganti nama menjadi Tarbiyatul Islam. Lama pelajarannya 5 tahun dan ditambah 1 tahun lagi untuk kursus agama. Yang di terima masuk sekolah ini adalah murid-murid tamatan SR.

- Madrasah Al-Raudhatul Islamiyah di Pontianak (1936)

Madrasah ini didirikan pada tanggal 6 Juni 1936 M. Madrasah Al-Raudatul Islamiyah terdiri dari dua bagian :

1. Bagian Ibtidaiyah, lama belajarnya 6 tahun

2. Bagian Tsanawiyah, lama belajarnya 3 tahun

- Persatuan madrasah-madrasah Islam (PERMI) Indonesia Pontianak yang didirikan pada tahun 1954 M dengan maksud:

1. Menyatukan nama-nama madrasah dengan nama yang sederhana, yaitu Madrasah Islam Al-Ibtidaiyah (SRI) dan Madrasah Islam Tsanawiyah (SMIP).

2. Menyatukan leerplan dari kitab-kitabnya.

3. Mendirikan satu ikatan sebagai federasi.

- Sekolah menengah Islam Pertama (SMIP)di Banjarmasin yang didirikan pada tanggal 15 Oktober 1946. Lama pelajaran 5 tahun, dan terdiri dari 6 kelas. Yang diterima masuk sekolah ini adalah :

1. Tamatan SR VI tahun diterima masuk kelas A. Pelajarannya 75% Agama dan 25% umum

2. Tamatan Madrasah 5 atau 6 tahun diterima masuk kelas B. Pelajarannya 25% Agama dan 75% umum

Setelah 1 tahun di kelas A dan B kemudian siswanya naik ke kelas C. Pelajarannya 50% Agama dan 50% umum. Setelah 1 tahun di kelas C, maka siswanya naik ke kelas I, kemudian kelas II, dan kelas III.

- Normal Islam Amuntai ( 1928 )

Madrasah ini didirikan oleh H. Abdur Rasyid keluaran Al-Azhar Mesir pada tahun 1928 dengan nama Arabische Schol.

Setelah H. Abdur Rasyid wafat, maka madrasah ini dipimpin oleh H. Juhrikeluaran Al-Azhar mesir sampai akhir tahun 1941.

Kemudian pimpinan madrasah dipimpin oleh Ustaz M. Arif Lubis mantan guru dipondok Modrn Gontor Ponorogo. Dan nama madrasah kemudian dirubah menjadi Ma’had Rasyidiyah, Amuntai. Dan rencana pengajarannyapun dirubah menurut aliran zaman.

Pada tahun 1945 pimpinan madrasah ini berganti lagi dan rencana pelajarannya disusun baru, disesuaikan dengan hajat masyrakat dan di jadikan Sekolah Guru dengan nama Normal Islam Amuntai.

- Perkumpulan Ikatan Madrasah-Madrasah Islam (IMI) pada tahun 1945. Perkumpulan ini mempunyai tujuan dan maksud, yaitu:

1. Menciptakan adanya pendidikan dan pengajaran Islam

2. Memperluas berdirinya perguruan-perguruan Islam

3. Memperbaiki organisasi dan leerplan perguruan-perguruan Islam yang telah ada agar sesuai dengan hajat masyarakat.[3]

B. Sejarah Pendidikan Islam di Sulawesi

1. Sejarah masuknya Islam di Sulawesi

Di Sulawesi Islam masuk melalui raja dan masyarakat Gowa-Tallo. Hal masuknya Islam ke Sulawesi ini tercatat pada Lontara Bilang. Menurut catatan tersebut, raja pertama yang memeluk Islam ialah Kanjeng Matoaya, raja keempat dari Tallo yang memeluk Islam pada tahun 1603. Adapun penyiar agama Islam di daerah ini berasal antara lain dari Demak, Tuban, Gresik, Minangkabau, bahkan dari Campa. [4]

Syekh As’ad di Singkang salah seorang yang berjasa dalam perkembangan pondok/pesantren. Sistem pengajarannya sama dengan sistem pengajaran yang ada di Jawa, Sumatera dan daerah lainnya.

2. Pendidikan Islam di Sulawesi

Madrasah-madrasah di Sulawesi diantaranya adalah :

- Madrasah Amiriah Islamiah di Bone (Sulawesi Selatan tahun 1933). Pelindung utama madrasah ini adalah Raja Bone, Andi Mappankjuki. Ilmu yang diajarkan tidak ilmu agama saja, melainkan juga pengetahuan umum. Madrasah ini mempunyai tiga bagian, yaitu: Ibtidaiyah (50% ilmu agama dan 50% pengetahuan umum), Tsanawiyah (60% ilmu agama dan 40% pengetahuan umum), Mu’alimin (80% ilmu agama dan 20% pengetahuan umum).

- Madrasah Wajo Tarbiyah Islamiyah (1931) yang kemudian diubah namanya menjadi Madrasah As’adiyah. Madrasah ini terbagi dalam 3 tingkat, yaitu :

1. Tingkat Awaliyah

2. Tingkat Ibtidaiyah

3. Tingkat Tsnawiyah

4. Tingkat Aliyah

- Al-Khairat

Madrasah ini didirikan di Palu ibukota Karesidenan pada tahun 1930 oleh Syrkh Al-Idrus.

Sistim pendidikannya mulanya hanya mementingkan pelajaran agama dan bahasa pengantarnya adalah Bahasa Arab. Tetapi sesuai dengan perkembangan zaman, maka dipecahkan menjadi 2 bagian, satu bagian mementingkan pelajaran agama dan bagian yang lain sebagian agama dan sebagian umum.

- Madrasah Tarbiyah Islamiyah

Madrasah ini didirikan pada tahun 1938. Oleh H. Abdoer Rahman Ambo Dale. Dan pada tahun 1947 Madrasah Tarbiyah Islamiyah itu berubah nama menjadi Madrasah Daru Da’wah wal Irsyad[5]

B. Masa Kerajaan Mataram (1575-1757 M)

1. Sejarah Masuknya Islam ke Mataram

Masuk Islam ke Mataram berawal dari Penyebaran Islam dari Demak yang dilanjutkan ke Pajang yang kemudian ke Mataram. Jawa Timur dan Mataram berhasil dipersatukan pada masa Sultan Agung. Penyebaran Islam dilakukan dengan akulturasi Islam ke dalam kebudayaan lama yang bercorak Indonesia asli dan Hindu, seperti:

- Gerebeg disesuaikan dengan Idul Fitri dan maulid yang dikenal dengan gerebeg poso dan mulud.

- Gamelan sekaten yang hanya dibunyikan pada gerebeg mulud di halaman masjid.[6]

Selain itu, di ibukota didirikan masjid Gede yang dikepalai oleh penghulu dengan 40 orang pegawai. Di tiap kota didirikan masjid kewedanaan yang dipimpin oleh Naib dengan 11 orang pegawai dan di tiap desa didirikan masjid desa yang dikepalai oleh seorang modin dengan bantuan 4 orang pegawai. Di masjid ini dilakukan pengajian Al-Qur’an, pokok-pokok ajaran Islam seperti cara ibadah.

2. Pendidikan dan Pengajaran Islam di Mataram

Berawal dari Desa diadakan beberapa tempat pengajian Qur,an. Disana diajarkan huruf hijaiyah, membaca Qur,an, berzanji, dan pokok-pokok dan dasar-dasar ajaran Islam lainnya. Cara pengajarannya ialah dengan cara hafalan semata-mata. Jumlah tempat pengajian Qur’an itu adalah menurut banyaknya modin di Desa itu. Sebab pada tiap-tiap tempat pengajian Qur’an itu harus ada modin sebagai gurunya.

Selain dari itu diadakan pula satu tempat pengajian kitab, bagi murid-murid yang telah khatam mengaji Qur’an. Gurunya biasanya modin di Desa itu sendiri. Guru agama itu di beri gelar Kiyahi Anom. Tempat pengajiannya disebut pesantren. Para santri harus tinggal di asrama yang dinamai pondok.

Waktu belajar adalah pagi hari, tengah hari, dan juga malam hari. Kitab yang diajarkan ditulis dalam bahasa Arab, lalu diterjemahkan ke dalam bahasa daerah.

Pada beberapa daerah kabupaten diadakan pesantren besar lengkap dengan pondok-pondoknya, untuk melanjutkan didikan dari pesantren Desa. Gurunya diberi gelar Kiyahi Sepuh atau Kanjeng Kiyahi. Guru-guru itu adalah ulma kerajaan (priyayi).

Kitab yabg diajarkan pada pesantren besar itu aialah kitab berbahasa arab yang diterjemahkan kata demi kata kedalam bahasa daerah dan diajarkan secara halaqah.

Disamping itu diadakan juga Pesantren Keahlian yang mengajarkan satu cabang ilmu agama dengan mendalam. Begitu pula ada perguruan thariqah yang khusus mengajarkan satu macam thariqah saja.[7]

DAFTAR PUSTAKA

Prof. DR. H. Mahmud Yunus. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. PT. Hidakarya Agung, Jakarta. 1996

http://oktarizal-drianus.blogspot.com/2009/10/sejarah-pendidikan-islam-di-indonesia. html

Drs. H. A. Mustafa, Drs. Abdullah Ali. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Pustaka Setia. Bandung. 1999


[2] Ibid.

[3] Prof. DR. H. Mahmud Yunus. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. PT. Hidakarya Agung, Jakarta. 1996, hal. 345-354

[4] Oktarizal. Op.cit

[5] Prof. DR. H. Mahmud Yunus, op.cit, hal. 326-332

[6] [6] Oktarizal. Op.cit

[7] [7] Prof. DR. H. Mahmud Yunus, op.cit, hal. 223-224