Selasa, 22 Juni 2010

PEDOMAN SKRIPSI

a Naskah diketik dengan huruf times new roman ukuran 12. b Huruf miring (italic) atau huruf khusus lain dapat dipakai hanya untuk tujuan tertentu, misalnya untuk menandai istilah asing. c Lambang, huruf Yunani, atau tanda-tanda yang tidak dapat diketik, harus ditulis dengan rapi memakai tinta hitam. 5.2.2 Bilangan dan satuan a Bilangan diketik dengan angka Arab, kecuali pada permulaan kalimat. b Bilangan desimal ditandai dengan koma (bukan titik), kecuali numerik hasil cetakan dari paket program komputasi. Jumlah bilangan di belakang koma harus sama untuk hasil pengukuran dari populasi atau sampel yang sama (hal ini untuk menandai tingkat akurasi atau ralat pengukuran). c Satuan dinyatakan dengan singkatan resmi tanpa titik di belakangnya, kecuali pada akhir suatu kalimat. Penulisan nama satuan yang berasal dari nama orang, apabila tidak disingkat maka penulisan huruf pertama tidak boleh menggunakan huruf kapital. 5.2.3 Jarak baris Jarak antara 2 baris dibuat 1,5 spasi, kecuali intisari atau abstract, kutipan langsung, judul tabel, judul gambar, keterangan gambar, dan daftar pustaka, yang diketik dengan jarak 1 spasi ke bawah. Persamaan-persamaan matematika diketik dengan jarak spasi sesuai kebutuhan dan harus proporsional. 5.2.4 Batas tepi a. Tepi atas : 4 cm, b. Tepi bawah : 3 cm, c. Tepi kiri : 4 cm, dan d. tepi kanan : 3 cm. 5.2.5 Pengisian ruangan Ruangan yang terdapat pada halaman naskah harus diisi penuh, artinya pengetikan harus dimulai dari batas tepi kiri sampai ke batas tepi kanan, dan jangan sampai ada ruangan yang terbuang, kecuali kalau akan memulai alinea baru, persamaan, tabel, gambar, subjudul atau hal-hal khusus. 5.2.6 Alinea baru Alinea baru dimulai pada ketikan yang ke-6 dari batas tepi kiri. 5.2.7 Permulaan kalimat Bilangan, lambang, atau persamaan matematik yang memulai suatu kalimat harus dieja, misalnya: Sembilan vektor gaya… 5.2.8 Judul, subjudul, anak subjudul, dan lain-lain a Judul (bab), harus ditulis seluruhnya dengan huruf kapital, diketik dengan cetak tebal atau diberi garis bawah tanpa diakhiri dengan titik, diatur simetris, jarak dari tepi atas adalah 4 cm. Penomoran judul (bab) menggunakan angka Romawi kapital (I, II, III, dan seterusnya). b Subjudul (subbab), ditulis rata kiri, semua kata dimulai dengan huruf kapital (kecuali kata hubung dan kata depan), diketik dengan cetak tebal atau diberi garis bawah tanpa diakhiri dengan titik. Kalimat pertama sesudah subjudul (subbab) dimulai dengan alinea baru. Penomoran subjudul (subbab) menggunakan angka Arab maksimal tiga bilangan. c Anak subjudul (anak subbab), diketik dengan cetak tebal atau garis bawah, dimulai dari batas tepi kiri, hanya huruf pertama saja yang berupa huruf kapital, tanpa diakhiri dengan titik. Kalimat pertama sesudah anak subjudul (anak subbab) dimulai dengan alinea baru. Penomoran anak subjudul (anak subbab) menggunakan angka Arab (1, 2, 3, dan seterusnya). d Subanak subjudul (subanak subbab), ditulis mulai dari ketikan yang ke-6 diikuti dengan titik dan semuanya diketik dengan huruf miring atau diberi garis bawah. Kalimat pertama yang menyusul kemudian, diketik terus ke belakangnya (arah ke kanan) dalam satu baris dengan subanak subjudul (subanak subbab). Subanak subjudul (subanak subbab) dapat juga ditulis langsung berupa kalimat (sebagai bagian dari kalimat), tetapi yang berfungsi sebagai subanak subjudul (subanak subbab) ditempatkan di awal kalimat dan diketik dengan huruf miring atau diberi garis bawah. Penomoran subanak subjudul (subanak subbab) menggunakan huruf Latin kecil (a, b, c, dan seterusnya). 5.2.9 Rincian ke bawah Jika pada penulisan naskah terdapat rincian yang harus disusun ke bawah, pakailah nomor urut dengan angka atau huruf (numbering) sesuai dengan derajat rincian. Penggunaan tanda-tanda khusus (bullets) yang ditempatkan di depan rincian tidak diperbolehkan. 5.2.10 Letak simetris Tabel, gambar, persamaan, judul (bab), dan subjudul (subbab) diletakkan simetris terhadap tepi kiri dan tepi kanan pengetikan. 5.3 Penomoran 5.3.1 Penomoran halaman a Bagian awal skripsi, mulai dari halaman judul sampai ke intisari/abstract, diberi nomor halaman dengan menggunakan angka Romawi kecil (i, ii, iii, dan seterusnya). b Bagian utama dan bagian akhir skripsi, mulai dari pendahuluan (BAB I) sampai ke halaman terakhir (termasuk Lampiran) diberi nomor dengan menggunakan angka Arab (1,2,3, dan seterusnya). c Nomor halaman ditempatkan 1,5 cm di sebelah kanan atas, kecuali kalau ada judul (bab) pada bagian atas halaman tersebut maka nomor halamannya ditempatkan di tengah bawah 1,5 cm dari tepi bawah. 5.3.2 Penomoran tabel dan gambar Tabel dan gambar diberi nomor urut menggunakan angka Arab 5.3.3 Penomoran persamaan Nomor urut persamaan yang berbentuk rumus matematika, persamaan reaksi, atau lainnya ditulis dengan angka Arab di dalam tanda kurung ( ) dan ditempatkan di dekat batas tepi kanan (right justify). 5.4 Tabel dan Gambar 5.4.1 Tabel a Nomor tabel yang diikuti judul tabel ditempatkan simetris di atas tabel tanpa diakhiri dengan titik. b Tabel tidak boleh dipenggal. Kalau tabel melebihi 1 halaman maka pada halaman lanjutan tabel dicantumkan nomor tabel dan diberi kata (lanjutan) tanpa judul. c Kolom-kolom diberi nama dan dijaga agar pemisahan antarkolom cukup tegas. d Tabel yang melebihi lebar kertas sehingga dibuat memanjang kertas (landscape) maka bagian atas tabel harus diletakkan di sebelah kiri kertas. e Tabel diketik simetris. f Tabel yang lebih dari 2 halaman atau yang harus dilipat, ditempatkan pada lampiran. 5.4.2 Gambar a Bagan, grafik, peta, dan foto semuanya disebut gambar (tidak dibedakan). b Nomor gambar yang diikuti judul gambar ditempatkan simetris di bawah gambar tanpa diakhiri dengan titik. c Gambar tidak boleh dipenggal. d Gambar yang melebihi lebar kertas sehingga dibuat memanjang kertas (landscape) maka bagian atas gambar harus diletakkan di sebelah kiri kertas. e Letak gambar diatur agar simetris. f Keterangan gambar ditempatkan di tempat-tempat yang lowong di dalam gambar dan tidak boleh ditempatkan di halaman lain. g Skala pada grafik harus dibuat agar mudah dipakai untuk mengadakan interpolasi atau ekstrapolasi. Skala dan satuan pada grafik harus dibuat sejelas mungkin. h Gambar yang berbentuk peta harus dibuat dengan memenuhi kaidah-kaidah pemetaan (kartografi). Reproduksi peta menggunakan fotokopi yang bisa mengubah skala hanya diijinkan apabila dalam peta terdapat skala batang. Apabila menggunakan peta dasar, harus disebutkan sumber dan tahun penerbitannya. 5.5 Bahasa 5.5.1 Bahasa yang dipakai Bahasa yang dipakai adalah Bahasa Indonesia yang baku (ada subyek dan predikat, ditambah dengan obyek dan keterangan). 5.5.2 Bentuk kalimat Kalimat menggunakan bentuk pasif (tidak boleh menampilkan orang pertama dan orang kedua). Pada penyajian ucapan terimakasih pada prakata, saya diganti dengan penulis. 5.5.3 Istilah a. Istilah yang digunakan adalah istilah Indonesia atau yang sudah diindonesiakan. b. Penggunaan istilah asing harus diketik dengan huruf miring. 5.5.4 Hal-hal yang perlu diperhatikan a Kata penghubung, misalnya sehingga dan sedangkan, tidak boleh digunakan sebagai awal kalimat. b Kata depan, misalnya pada, jangan diletakkan di depan subyek agar tidak merusak susunan kalimat. c Kata di mana dan dari, sebagai terjemahan where dan of dalam bahasa Inggris sebaiknya jangan dipakai karena bukan bentuk baku dalam bahasa Indonesia. d Awalan ke dan di harus dibedakan dengan kata depan ke dan di. e Pemenggalan kata agar disesuaikan dengan kaidah Bahasa Indonesia yang benar. f Tanda baca harus digunakan dengan tepat, dan pengetikannya harus melekat tanpa spasi pada huruf awal atau huruf akhir kata yang dikenai tanda baca. 5.6 Penulisan Nama Penulisan nama mencakup nama penulis yang diacu dalam uraian, daftar pustaka, nama yang lebih dari satu suku kata, nama dengan garis penghubung, nama yang diikuti dengan singkatan, dan derajat kesarjanaan. 5.6.1 Nama penulis yang diacu dalam uraian Pengacuan nama penulis menggunakan nama akhir atau nama keluarga, kalau lebih dari 2 orang, hanya nama akhir penulis pertama yang dicantumkan diikuti dengan dkk: a Menurut Wangness (1975) …. b Kuat medan antara 2 pelat sejajar (Halliday dan Resnick, 1986) adalah sebesar …… c Identifikasi radionuklida alam di perairan Semarang dapat ditentukan secara spektrometri gamma (Sasongko dkk, 1996) …. Keterangan enulis pada contoh (c) ada 4 orang, yaitu Sasongko, D.P., Subagyo, A., Sumedi, dan Hadiyarto, A. 5.6.2 Nama penulis dalam daftar pustaka Dalam daftar pustaka, semua penulis harus dicantumkan namanya (tidak boleh hanya penulis pertama ditambah dkk): a Sasongko, D.P., Subagyo, A., Sumedi, Hadiyarto, A., 1996, …… b Tidak boleh hanya: Sasongko, D.P. dkk. 5.6.3 Nama penulis lebih dari satu suku kata Jika nama penulis lebih dari satu suku kata, cara penulisannya menggunakan nama akhir, nama keluarga atau nama utama, diikuti koma, singkatan nama-nama lainnya masing-masing diikuti titik: a Albert Einstein ditulis: Einstein, A. b Paul Albert Maurice Dirac ditulis: Dirac, P.A.M. Catatan: Untuk nama Indonesia (Jawa) yang tidak memiliki nama keluarga, karena belum ada pembakuan cara penulisan nama maka penulisannya mengikuti keinginan penulisnya dalam menuliskan namanya. Nasio Asmoro Hadi ditulis: Hadi, N.A., atau Asmorohadi, N., atau Nasio Asmoro Hadi, atau Nasio Asmorohadi. Untuk nama akhir yang menggunakan awalan, dituliskan nama akhirnya dengan awalan tetapi penempatannya mengikuti huruf pertama nama akhir (bukan nama awalannya): van Bammelen, McNamara, deForest Jr., d’Onopko, di Caprio. 5.6.4 Nama dengan garis penghubung Kalau nama penulis dalam sumber aslinya ditulis dengan garis penghubung di antara dua suku katanya, maka keduanya dianggap sebagai satu kesatuan: Dorodjatun Kuntjoro-Jakti ditulis Kuntjoro-Jakti, D. 5.6.5 Nama yang diikuti singkatan Nama yang diikuti dengan singkatan, dianggap bahwa singkatan tersebut menjadi satu dengan suku kata di depannya: Paul AM Dirac ditulis Dirac, P.A.M. 5.7 Catatan Kaki, Istilah Baru dan Kutipan 5.7.1 Catatan kaki Kalau tidak perlu sekali, penggunaan catatan kaki sebaiknya dihindari. 5.7.2 Istilah baru Istilah-istilah baru yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia dapat digunakan asal konsisten. Pada penggunaan yang pertama kali perlu diberikan padanannya dalam bahasa asing (dalam kurung). Kalau istilah baru yang digunakan cukup banyak, sebaiknya dibuatkan daftar istilah di belakang. Contoh: pusa (momentum), pumpun (focus). 5.7.3 Kutipan Kutipan ditulis dalam bahasa aslinya. Kalau lebih dari 3 baris, diketik 1 spasi dan kalau kurang dari 3 baris diketik 1,5 spasi. Kutipan diketik menjorok ke dalam. Tidak diterjemahkan tetapi boleh dibahas sesuai dengan kata-kata penulis. 5.7.4 Kata Arab Transliterasi kata-kata Arab mengikuti SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan ddan Kebudayaan R.I. 5.7.5 Persamaan, skalar, dan vektor Persamaan matematik ditulis miring, besaran skalar ditulis miring, besaran vektor ditulis tegak dan ditebalkan (bold). Contoh , dan seterusnya. Download Full Pedoman Skripsi

SILABUS DAN SISTEM PENELITIAN

SILABUS DAN SISTEM PENELITIAN Mata pelajaran : Bahasa Arab Satuan pendidikan: Madrasah Aliyah Kelas / Semester : x /i Tahun pelajaran : 2009-2010 Standar kopetensi : Menguasai 250 kosa kata dengan strukter kalimat yang benar dan yang baik sesuai dengantema-tema yang tersedia dalam materi pokok, peserta didik memiliki skill untuk memhami teks-teks berbahasa arab serta menggunakannya dalam percakapan dan insya’ muwajjah no Kopetensi dasar Indikator meteri pengalaman penilaian Alokasi Media / kopetensi pokok belajar Jenis tagihan Bentuk instrumen Contoh instrumen waktu sumber 1 Dengan menggunakan 25-30 mufradat barudan stuktur kalimatyang mengandung bentuk-bentuk kata isim mudzakar muannats, peserta didik mampu membaca, memahami, berbicara dan menulis dalam insya’ muwajjah sesuai tema-tema dalam materi 1. siswa diharapkan mampu mengucapkan mufradat. 2. siswa mampu menterjemahkan mufradat 3.siswa mampu menguasai mufradat Kosa kata tentang 1. siswa mengucapkan mufradat 2. siswa mencari arti mufradat Tugas individu Lisan, pilihan ganda terlampir 2 X 45 menit Buku paket, kamus, spidol, papan tulis, dan benda-benda disekitar siswa. 1. siswa mampu menyusun kalimat 2. siswa mampu menentukan jabatan kata Stuktur tentang 1. siswa menyusun kata-kata menjadi kalimat yang sempurna 2. siswa menentukan jabatan kata dalam kalimat Tugas kelompok, dan tigas individu esay terlampir 2X 45 menit Buku paket 1. siswa diharapkan mampu meahami makna kata 2. siswa mampu membaca teks berbahasa arab Membaca tentang 1. siswa membaca teks berbahasa arab minimal 1 paragraph 2. siswa menyebutkan makna kata Tugas individu Lisan terlampir 2X45 menit Buku paket, kamus 1. siswa mampu mendiskripsikan bentuk mufradat 2. siswa mampu membedakan isim mudzakar dan muannats 3. siswa membuat contoh Berbicara tentang 1. Siswa menjelaskan bentuk mufradat dan perubahan-perubahannya 2. siswa menyebutkan contoh Tugas individu Lisan, tulisan terlampir 2X 45 menit Buku paket 1. siswa mampu membuat contoh kalimat Menulis tentang 1. siswa membuat kalimat yang menggunakan koskata issim mudzakar dan muannats Tugas kelompok tulisan terlampir 1 X 45 menit kamus

Jumat, 18 Juni 2010

makalah spi

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI PULAU KALIAMNTAN, SULAWESI DAN MASA MATARAM

A. Sejarah Pendidikan Islam di Kalimantan

1. Sejarah masuknya islam di Kalimantan

Di Kalimantan, Islam masuk melalui Pontianak yang disiarkan oleh bangsawan Arab bernama Sultan Syarif Abdurrahman pada abad ke-18. Di hulu Sungai Pawan, di Ketapang, Kalimantan Barat ditemukan pemakaman Islam kuno. Angka tahun yang tertua pada makam-makam tersebut adalah tahun 1340 Saka (1418 M). Jadi, Islam telah ada sebelum abad ke-15 dan diperkirakan berasal dari Majapahit karena bentuk makam bergaya Majapahit dan berangka tahun Jawa kuno. Di Kalimantan Timur, Islam masuk melalui Kerajaan Kutai yang dibawa oleh dua orang penyiar agama dari Minangkabau yang bernama Tuan Haji Bandang dan Tuan Haji Tunggangparangan. Di Kalimantan Selatan, Islam masuk melalui Kerajaan Banjar yang disiarkan oleh Dayyan, seorang khatib (ahli khotbah) dari Demak. Di Kalimantan Tengah, bukti kedatangan Islam ditemukan pada masjid Ki Gede di Kotawaringin yang bertuliskan angka tahun 1434 M.[1]

Ada juga yang mengatakan bahwa Islam masuk pada abad 15 M oleh mubalig dari Jawa yang merupakan pengaruh dari Sunan Giri dan Sunan Bonang. Perkembangan Islam tumbuh sejak berdirinya kerajaan Islam di Bandar oleh Sultan Suriansyah (Pangeran Samudera).[2]

2. Pendidikan islam di Kalimantan

Madrasah tertua di daerah ini adalah Madrasatun Najah Wal Fatah di Sei Bakau Besar Mempawah yang didirikan pada tahun 1918 M. Kemudian berdirilah beberapa madrasah di kota-kota, bahkan sampai di desa-desa, berupa madrasah ibtidaiyah dan tsanawiyah. Seperti madrasah :

- Madrasah Perguruan Islam di Sambas (1922 M)

Madrasah ini salah satu madrasah tertua di kalimantan barat, yang berdiri tahun 1922 M. Kemudian berganti nama menjadi Tarbiyatul Islam. Lama pelajarannya 5 tahun dan ditambah 1 tahun lagi untuk kursus agama. Yang di terima masuk sekolah ini adalah murid-murid tamatan SR.

- Madrasah Al-Raudhatul Islamiyah di Pontianak (1936)

Madrasah ini didirikan pada tanggal 6 Juni 1936 M. Madrasah Al-Raudatul Islamiyah terdiri dari dua bagian :

1. Bagian Ibtidaiyah, lama belajarnya 6 tahun

2. Bagian Tsanawiyah, lama belajarnya 3 tahun

- Persatuan madrasah-madrasah Islam (PERMI) Indonesia Pontianak yang didirikan pada tahun 1954 M dengan maksud:

1. Menyatukan nama-nama madrasah dengan nama yang sederhana, yaitu Madrasah Islam Al-Ibtidaiyah (SRI) dan Madrasah Islam Tsanawiyah (SMIP).

2. Menyatukan leerplan dari kitab-kitabnya.

3. Mendirikan satu ikatan sebagai federasi.

- Sekolah menengah Islam Pertama (SMIP)di Banjarmasin yang didirikan pada tanggal 15 Oktober 1946. Lama pelajaran 5 tahun, dan terdiri dari 6 kelas. Yang diterima masuk sekolah ini adalah :

1. Tamatan SR VI tahun diterima masuk kelas A. Pelajarannya 75% Agama dan 25% umum

2. Tamatan Madrasah 5 atau 6 tahun diterima masuk kelas B. Pelajarannya 25% Agama dan 75% umum

Setelah 1 tahun di kelas A dan B kemudian siswanya naik ke kelas C. Pelajarannya 50% Agama dan 50% umum. Setelah 1 tahun di kelas C, maka siswanya naik ke kelas I, kemudian kelas II, dan kelas III.

- Normal Islam Amuntai ( 1928 )

Madrasah ini didirikan oleh H. Abdur Rasyid keluaran Al-Azhar Mesir pada tahun 1928 dengan nama Arabische Schol.

Setelah H. Abdur Rasyid wafat, maka madrasah ini dipimpin oleh H. Juhrikeluaran Al-Azhar mesir sampai akhir tahun 1941.

Kemudian pimpinan madrasah dipimpin oleh Ustaz M. Arif Lubis mantan guru dipondok Modrn Gontor Ponorogo. Dan nama madrasah kemudian dirubah menjadi Ma’had Rasyidiyah, Amuntai. Dan rencana pengajarannyapun dirubah menurut aliran zaman.

Pada tahun 1945 pimpinan madrasah ini berganti lagi dan rencana pelajarannya disusun baru, disesuaikan dengan hajat masyrakat dan di jadikan Sekolah Guru dengan nama Normal Islam Amuntai.

- Perkumpulan Ikatan Madrasah-Madrasah Islam (IMI) pada tahun 1945. Perkumpulan ini mempunyai tujuan dan maksud, yaitu:

1. Menciptakan adanya pendidikan dan pengajaran Islam

2. Memperluas berdirinya perguruan-perguruan Islam

3. Memperbaiki organisasi dan leerplan perguruan-perguruan Islam yang telah ada agar sesuai dengan hajat masyarakat.[3]

B. Sejarah Pendidikan Islam di Sulawesi

1. Sejarah masuknya Islam di Sulawesi

Di Sulawesi Islam masuk melalui raja dan masyarakat Gowa-Tallo. Hal masuknya Islam ke Sulawesi ini tercatat pada Lontara Bilang. Menurut catatan tersebut, raja pertama yang memeluk Islam ialah Kanjeng Matoaya, raja keempat dari Tallo yang memeluk Islam pada tahun 1603. Adapun penyiar agama Islam di daerah ini berasal antara lain dari Demak, Tuban, Gresik, Minangkabau, bahkan dari Campa. [4]

Syekh As’ad di Singkang salah seorang yang berjasa dalam perkembangan pondok/pesantren. Sistem pengajarannya sama dengan sistem pengajaran yang ada di Jawa, Sumatera dan daerah lainnya.

2. Pendidikan Islam di Sulawesi

Madrasah-madrasah di Sulawesi diantaranya adalah :

- Madrasah Amiriah Islamiah di Bone (Sulawesi Selatan tahun 1933). Pelindung utama madrasah ini adalah Raja Bone, Andi Mappankjuki. Ilmu yang diajarkan tidak ilmu agama saja, melainkan juga pengetahuan umum. Madrasah ini mempunyai tiga bagian, yaitu: Ibtidaiyah (50% ilmu agama dan 50% pengetahuan umum), Tsanawiyah (60% ilmu agama dan 40% pengetahuan umum), Mu’alimin (80% ilmu agama dan 20% pengetahuan umum).

- Madrasah Wajo Tarbiyah Islamiyah (1931) yang kemudian diubah namanya menjadi Madrasah As’adiyah. Madrasah ini terbagi dalam 3 tingkat, yaitu :

1. Tingkat Awaliyah

2. Tingkat Ibtidaiyah

3. Tingkat Tsnawiyah

4. Tingkat Aliyah

- Al-Khairat

Madrasah ini didirikan di Palu ibukota Karesidenan pada tahun 1930 oleh Syrkh Al-Idrus.

Sistim pendidikannya mulanya hanya mementingkan pelajaran agama dan bahasa pengantarnya adalah Bahasa Arab. Tetapi sesuai dengan perkembangan zaman, maka dipecahkan menjadi 2 bagian, satu bagian mementingkan pelajaran agama dan bagian yang lain sebagian agama dan sebagian umum.

- Madrasah Tarbiyah Islamiyah

Madrasah ini didirikan pada tahun 1938. Oleh H. Abdoer Rahman Ambo Dale. Dan pada tahun 1947 Madrasah Tarbiyah Islamiyah itu berubah nama menjadi Madrasah Daru Da’wah wal Irsyad[5]

B. Masa Kerajaan Mataram (1575-1757 M)

1. Sejarah Masuknya Islam ke Mataram

Masuk Islam ke Mataram berawal dari Penyebaran Islam dari Demak yang dilanjutkan ke Pajang yang kemudian ke Mataram. Jawa Timur dan Mataram berhasil dipersatukan pada masa Sultan Agung. Penyebaran Islam dilakukan dengan akulturasi Islam ke dalam kebudayaan lama yang bercorak Indonesia asli dan Hindu, seperti:

- Gerebeg disesuaikan dengan Idul Fitri dan maulid yang dikenal dengan gerebeg poso dan mulud.

- Gamelan sekaten yang hanya dibunyikan pada gerebeg mulud di halaman masjid.[6]

Selain itu, di ibukota didirikan masjid Gede yang dikepalai oleh penghulu dengan 40 orang pegawai. Di tiap kota didirikan masjid kewedanaan yang dipimpin oleh Naib dengan 11 orang pegawai dan di tiap desa didirikan masjid desa yang dikepalai oleh seorang modin dengan bantuan 4 orang pegawai. Di masjid ini dilakukan pengajian Al-Qur’an, pokok-pokok ajaran Islam seperti cara ibadah.

2. Pendidikan dan Pengajaran Islam di Mataram

Berawal dari Desa diadakan beberapa tempat pengajian Qur,an. Disana diajarkan huruf hijaiyah, membaca Qur,an, berzanji, dan pokok-pokok dan dasar-dasar ajaran Islam lainnya. Cara pengajarannya ialah dengan cara hafalan semata-mata. Jumlah tempat pengajian Qur’an itu adalah menurut banyaknya modin di Desa itu. Sebab pada tiap-tiap tempat pengajian Qur’an itu harus ada modin sebagai gurunya.

Selain dari itu diadakan pula satu tempat pengajian kitab, bagi murid-murid yang telah khatam mengaji Qur’an. Gurunya biasanya modin di Desa itu sendiri. Guru agama itu di beri gelar Kiyahi Anom. Tempat pengajiannya disebut pesantren. Para santri harus tinggal di asrama yang dinamai pondok.

Waktu belajar adalah pagi hari, tengah hari, dan juga malam hari. Kitab yang diajarkan ditulis dalam bahasa Arab, lalu diterjemahkan ke dalam bahasa daerah.

Pada beberapa daerah kabupaten diadakan pesantren besar lengkap dengan pondok-pondoknya, untuk melanjutkan didikan dari pesantren Desa. Gurunya diberi gelar Kiyahi Sepuh atau Kanjeng Kiyahi. Guru-guru itu adalah ulma kerajaan (priyayi).

Kitab yabg diajarkan pada pesantren besar itu aialah kitab berbahasa arab yang diterjemahkan kata demi kata kedalam bahasa daerah dan diajarkan secara halaqah.

Disamping itu diadakan juga Pesantren Keahlian yang mengajarkan satu cabang ilmu agama dengan mendalam. Begitu pula ada perguruan thariqah yang khusus mengajarkan satu macam thariqah saja.[7]

DAFTAR PUSTAKA

Prof. DR. H. Mahmud Yunus. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. PT. Hidakarya Agung, Jakarta. 1996

http://oktarizal-drianus.blogspot.com/2009/10/sejarah-pendidikan-islam-di-indonesia. html

Drs. H. A. Mustafa, Drs. Abdullah Ali. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Pustaka Setia. Bandung. 1999


[2] Ibid.

[3] Prof. DR. H. Mahmud Yunus. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. PT. Hidakarya Agung, Jakarta. 1996, hal. 345-354

[4] Oktarizal. Op.cit

[5] Prof. DR. H. Mahmud Yunus, op.cit, hal. 326-332

[6] [6] Oktarizal. Op.cit

[7] [7] Prof. DR. H. Mahmud Yunus, op.cit, hal. 223-224